Mempertahankan Pulau Jawa, Melanggengkan Kuasa (Perang Napoleon di Jawa II)
Djoko Marihandono dalam paparan makalahnya Strategi Pertahanan Napoleon Bonaparte Di Jawa (1810-1811), menggunakan konsep dari disertasi oleh G. Teitler. Dalam disertasinya itu Teitler menyebutkan bahwa Inggris sangat menghargai keberadaan Belanda sebagai negara kolonial. Sebagai konsekuensi ditandatangainya perjanjian Amiens, Inggris menyerahkan wilayah Hindia Timur kepada pihak Belanda, karena wilayah ini akan segera menjadi wilayah di bawah perlindungan Inggris (Mintohradjo, 2004). Inggris yang juga memiliki koloni di Hindia Timur, menjadikan Sri Lanka sebagai basis untuk memonitor, mengamankan, dan merebut wilayah koloninya.
Daendels, panglima yang ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, menggunakan sistem pertahanan teritori dengan memperkuat wilayah pedalaman. Dalam sejarah yang sudah lazim, strategi yang dilakukan Daendels adalah dengan menghubungkan jalur darat Anyer (ujung barat Jawa) hingga Panarukan (timur Jawa). Jalan ini dibangun dalam kurun waktu 1808-1810.
Sebelum mempersiapkan jalan raya pos (grote postweg) ini, Daendels terlebih dahulu menyiapkan pelabuhan dan benteng untuk mengamankan teritori pulau Jawa. Pelabuhan di ujung barat pulau Jawa ditetapkan di Teluk Anyer, walaupun terjadi gengguan dari armada Inggris yang menyita peralatan perang di Anyer. Di ujung timur pulau Jawa Daendels melalui Laksamana AA Buyskess membangun pangkalan di Teluk Manari dengan membangun benteng Lodewijk. Benteng di Selat Madura mendapatkan prioritas untuk dibangun dalam upaya menghindari terulangnya kembali peristiwa armada Inggris memasuki Selat Madura tanpa adanya perlawanan sama sekali. Benteng itu dibangun di muara sungai Solo dengan ketinggian 18 kaki dari permukaan laut. Kapal-kapal yang masuk ke teluk itu harus melingkar sepertiga lingkaran (Djoko Marihandono: 2004). Rancangan seperti ini disiapkan agar pelabuhan dan benteng tidak diserang secara langsung oleh armada Inggirs. Pada tgl 28 Pebruari 1809 Daendels segera mengusulkan untuk mendirikan sebuah Kantor dan rumah kediaman Gubernur Jendral yang baru di Weltevreden Gedung yang baru tersebut terkenal dengan sebutan ‘Gouvernements Hôtel (Handinoto, 1996). Pembangunan kantor dan kediaman ini merupakan upaya Daendels untuk memperkuat daerah pedalaman, walaupun gedung ini baru bisa diselesaikan pada masa Gubernur Jenderal Du Bus.
Pertahanan darat yang dirancang Daendels dibuat berlapis. Weltevreden merupakan salah satu lapisan pertahanan untuk mengamankan Batavia. Inti dari pertahanan Batavia yang disiapkan terletak di daerah Jatinegara yang dulu bernama Meester Cornelis. Daerah ini disiapkan sebuah benteng sebagai kunci pertahanan Batavia di wilayah barat Pulau Jawa. Pencanangan pembangunan benteng Meester Cornelis disiapkan mulai 29 Mei 1810. Pembangunan Meester Cornelis berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah: pertama, letak geografis yang menguntungkan strategi keamanan, dimana musuh diprediksikan masuk dari jalur laut. Kedua, jarak benteng pertahanan dengan Batavia tidak boleh terlalu jauh. Pertimbangan ini mengemuka ketika terjadi perang, istri dan keluarga pejabat pemerintah dan tentara kolonial bisa segera dievakuasi ke wilayah benteng. Ketiga, benteng dibangun dekat dengan pusat kekuasaan, agar memudahkan pengontrolan pasukan. Keempat, penetapan lokasi benteng berdasarkan nilai uang kertas yang beredar. Uang kertas yang beredar di Batavia tidak memiliki nilai yang sama di pedalaman Jawa (Marihandono: 2004). Berdasarkan empat pertimbangan inilah, Meester Cornelis di Jatinegara menjadi sentral pertahanan Batavia yang berada pada daerah pedalaman Batavia.
Setelah membangun pelabuhan dan pembangunan jalan Grote Postweg digunakan sebagai fasilitas memperkuat pertahanan pulau Jawa pedalaman, Daendels membangun pos-pos militer sepanjang jalan ini dan juga dimanfaatkan untuk transportasi yang menopang distribusi komoditas hasil pertanian dan perkebunan. Selain itu, dalam strategi pertahanan, jalan raya pos ini merupakan akses pasukan untuk menyerang dan bertahan jika tentara Inggris berhasil memasuki wilayah darat Pulau Jawa.
Setelah memperkuat pertahanan laut, Daendels kemudian memprioritaskan pembangunan angkatan darat. Pembenahan infrastruktur militer seperti rumah sakit, bengkel konstruksi, pabrik senjata dan amunisi. Restrukturisasi militer sebanyak 3 kali, dari tahun 1808-1811. Pada akhir restrukturisasi, jumlah seluruh pasukan yang ada di Hindia Timur berjumlah 17.774 tentara yang terdiri atas 2.430 tentara Eropa, 1.506 tentara Ambon, dan 13.838 tentara pribumi. Dalam laporannya, Daendels menyebut pasukan pribumi dengan nama Pasukan Jayangsekar dan Prangwedono dari Mangkunegaran (Marihandono: 2004). Penguatan infrastruktur teritorial dibangun dalam bentuk sarana pertahanan berupa benteng, diantaranya di Ancol sebagai pangkalan meriam; benteng Weltevreden dengan perlengkapan 300 meriam yang mulai diusulkan pembangunannya pada 28 Februari 1809; benteng Meester Cornelis selesai dibangun pada Mei 1811. Pola yang dibangun oleh gubernur jenderal pilihan Louis Napoleon ini kentara dengan strategi pertahanan darat, dengan ciri pusat pemerintahan lebih menjorok ke wilayah pedalaman di pusat perdagangan Batavia dan jalan raya pos sebagai sarana perhubungan utama.
Setelah Gubernur Jenderal Daendels menyelesaikan persiapan memperkuat pertahanan pulaua Jawa, pada tanggal 16 Mei 1811 kepengurusan kekuasaan wilayah koloni Hindia Belanda diserahkan kepada Jan Willem Jansens. Gubernur jenderal baru ini merupakan ahli logistik yang sebelumnya memimpin wilayah koloni Belanda di Tanjung Harapan dan mengalami kekalahan dari armada tentara Inggris. Jabatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berada ditangan Daendels diambil alih dengan alasan Napoleon membutuhkan tenaga dan pemikirannya untuk memimpin pasukan dalam rangka penyerangan ke Rusia.
bersambung....
Sumber:
Handinoto (1996). Daendels Dan Perkembangan Arsitektur Di Hindia Belanda Abad 19. Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Marihandono, Djoko (2004). Strategi Pertahanan Napoleon Bonaparte Di Jawa (1810-1811). Makalah dalam Konferensi Nasional Sejarah oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia. Jakarta.
---------------- (2005). Jatuhnya Pulau Jawa ke Tangan Inggris: Kesalahan Strategi Pertahanan Gubernur Jenderal Jan Willem Janssens. Makalah Seminar Hasil Penelitian Pengajar Departemen Sejarah FIB UI Depok.
---------------- (2005). Nilai Strategis Dan Politis Pulau Jawa Dalam Konstelasi Politik Global Negara-negara Eropa Pada Awal Abad XIX. Departemen Sejarah FIB UI Depok.
---------------- (2011). Penerapan Ide Revolusi Perancis di Jawa Pada Awal Abad XIX. Makalah International Conference on Indonesian Studies 2011 FIB UI Depok.
---------------- (2013). Strategi Pembangunan Benteng Meester Cornelis Di Jawa 1810-1811. Makalah pada International Conference on Indonesian Studies di Yogyakarta 13-14 Juni 2013 oleh FIB UI.
Ricklefs, M.C (2008). A History Modern Indonesia Since C. 1200. New York: Palgrave Macmillan.
Rocher, Jean. 2011. Perang Napoleon Di Jawa 1811. Jakarta: Kompas.
Daendels, panglima yang ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, menggunakan sistem pertahanan teritori dengan memperkuat wilayah pedalaman. Dalam sejarah yang sudah lazim, strategi yang dilakukan Daendels adalah dengan menghubungkan jalur darat Anyer (ujung barat Jawa) hingga Panarukan (timur Jawa). Jalan ini dibangun dalam kurun waktu 1808-1810.
Sebelum mempersiapkan jalan raya pos (grote postweg) ini, Daendels terlebih dahulu menyiapkan pelabuhan dan benteng untuk mengamankan teritori pulau Jawa. Pelabuhan di ujung barat pulau Jawa ditetapkan di Teluk Anyer, walaupun terjadi gengguan dari armada Inggris yang menyita peralatan perang di Anyer. Di ujung timur pulau Jawa Daendels melalui Laksamana AA Buyskess membangun pangkalan di Teluk Manari dengan membangun benteng Lodewijk. Benteng di Selat Madura mendapatkan prioritas untuk dibangun dalam upaya menghindari terulangnya kembali peristiwa armada Inggris memasuki Selat Madura tanpa adanya perlawanan sama sekali. Benteng itu dibangun di muara sungai Solo dengan ketinggian 18 kaki dari permukaan laut. Kapal-kapal yang masuk ke teluk itu harus melingkar sepertiga lingkaran (Djoko Marihandono: 2004). Rancangan seperti ini disiapkan agar pelabuhan dan benteng tidak diserang secara langsung oleh armada Inggirs. Pada tgl 28 Pebruari 1809 Daendels segera mengusulkan untuk mendirikan sebuah Kantor dan rumah kediaman Gubernur Jendral yang baru di Weltevreden Gedung yang baru tersebut terkenal dengan sebutan ‘Gouvernements Hôtel (Handinoto, 1996). Pembangunan kantor dan kediaman ini merupakan upaya Daendels untuk memperkuat daerah pedalaman, walaupun gedung ini baru bisa diselesaikan pada masa Gubernur Jenderal Du Bus.
Pertahanan darat yang dirancang Daendels dibuat berlapis. Weltevreden merupakan salah satu lapisan pertahanan untuk mengamankan Batavia. Inti dari pertahanan Batavia yang disiapkan terletak di daerah Jatinegara yang dulu bernama Meester Cornelis. Daerah ini disiapkan sebuah benteng sebagai kunci pertahanan Batavia di wilayah barat Pulau Jawa. Pencanangan pembangunan benteng Meester Cornelis disiapkan mulai 29 Mei 1810. Pembangunan Meester Cornelis berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah: pertama, letak geografis yang menguntungkan strategi keamanan, dimana musuh diprediksikan masuk dari jalur laut. Kedua, jarak benteng pertahanan dengan Batavia tidak boleh terlalu jauh. Pertimbangan ini mengemuka ketika terjadi perang, istri dan keluarga pejabat pemerintah dan tentara kolonial bisa segera dievakuasi ke wilayah benteng. Ketiga, benteng dibangun dekat dengan pusat kekuasaan, agar memudahkan pengontrolan pasukan. Keempat, penetapan lokasi benteng berdasarkan nilai uang kertas yang beredar. Uang kertas yang beredar di Batavia tidak memiliki nilai yang sama di pedalaman Jawa (Marihandono: 2004). Berdasarkan empat pertimbangan inilah, Meester Cornelis di Jatinegara menjadi sentral pertahanan Batavia yang berada pada daerah pedalaman Batavia.
Setelah membangun pelabuhan dan pembangunan jalan Grote Postweg digunakan sebagai fasilitas memperkuat pertahanan pulau Jawa pedalaman, Daendels membangun pos-pos militer sepanjang jalan ini dan juga dimanfaatkan untuk transportasi yang menopang distribusi komoditas hasil pertanian dan perkebunan. Selain itu, dalam strategi pertahanan, jalan raya pos ini merupakan akses pasukan untuk menyerang dan bertahan jika tentara Inggris berhasil memasuki wilayah darat Pulau Jawa.
Setelah memperkuat pertahanan laut, Daendels kemudian memprioritaskan pembangunan angkatan darat. Pembenahan infrastruktur militer seperti rumah sakit, bengkel konstruksi, pabrik senjata dan amunisi. Restrukturisasi militer sebanyak 3 kali, dari tahun 1808-1811. Pada akhir restrukturisasi, jumlah seluruh pasukan yang ada di Hindia Timur berjumlah 17.774 tentara yang terdiri atas 2.430 tentara Eropa, 1.506 tentara Ambon, dan 13.838 tentara pribumi. Dalam laporannya, Daendels menyebut pasukan pribumi dengan nama Pasukan Jayangsekar dan Prangwedono dari Mangkunegaran (Marihandono: 2004). Penguatan infrastruktur teritorial dibangun dalam bentuk sarana pertahanan berupa benteng, diantaranya di Ancol sebagai pangkalan meriam; benteng Weltevreden dengan perlengkapan 300 meriam yang mulai diusulkan pembangunannya pada 28 Februari 1809; benteng Meester Cornelis selesai dibangun pada Mei 1811. Pola yang dibangun oleh gubernur jenderal pilihan Louis Napoleon ini kentara dengan strategi pertahanan darat, dengan ciri pusat pemerintahan lebih menjorok ke wilayah pedalaman di pusat perdagangan Batavia dan jalan raya pos sebagai sarana perhubungan utama.
Setelah Gubernur Jenderal Daendels menyelesaikan persiapan memperkuat pertahanan pulaua Jawa, pada tanggal 16 Mei 1811 kepengurusan kekuasaan wilayah koloni Hindia Belanda diserahkan kepada Jan Willem Jansens. Gubernur jenderal baru ini merupakan ahli logistik yang sebelumnya memimpin wilayah koloni Belanda di Tanjung Harapan dan mengalami kekalahan dari armada tentara Inggris. Jabatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berada ditangan Daendels diambil alih dengan alasan Napoleon membutuhkan tenaga dan pemikirannya untuk memimpin pasukan dalam rangka penyerangan ke Rusia.
bersambung....
Sumber:
Handinoto (1996). Daendels Dan Perkembangan Arsitektur Di Hindia Belanda Abad 19. Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Marihandono, Djoko (2004). Strategi Pertahanan Napoleon Bonaparte Di Jawa (1810-1811). Makalah dalam Konferensi Nasional Sejarah oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia. Jakarta.
---------------- (2005). Jatuhnya Pulau Jawa ke Tangan Inggris: Kesalahan Strategi Pertahanan Gubernur Jenderal Jan Willem Janssens. Makalah Seminar Hasil Penelitian Pengajar Departemen Sejarah FIB UI Depok.
---------------- (2005). Nilai Strategis Dan Politis Pulau Jawa Dalam Konstelasi Politik Global Negara-negara Eropa Pada Awal Abad XIX. Departemen Sejarah FIB UI Depok.
---------------- (2011). Penerapan Ide Revolusi Perancis di Jawa Pada Awal Abad XIX. Makalah International Conference on Indonesian Studies 2011 FIB UI Depok.
---------------- (2013). Strategi Pembangunan Benteng Meester Cornelis Di Jawa 1810-1811. Makalah pada International Conference on Indonesian Studies di Yogyakarta 13-14 Juni 2013 oleh FIB UI.
Ricklefs, M.C (2008). A History Modern Indonesia Since C. 1200. New York: Palgrave Macmillan.
Rocher, Jean. 2011. Perang Napoleon Di Jawa 1811. Jakarta: Kompas.
Komentar
Posting Komentar