Fitnah Dapat Menggagalkan Pembangunan (Khutbah Mr. Sjafruddin)
Siapa yang tidak kenal Mr. Sjafruddin Prawiranegara, tokoh nasional yang pernah menjabat beberapa posisi penting di Negara ini pada awal Indonesia merdeka. Mr. Sjafruddin juga menjadi ketua untuk partai Islam saat republik ini masih belia, Partai Masjumi. Sudah banyak ide dan pemikiran yang dihasilkan oleh Mr. Sjafruddin, mulai dari bidang politik hingga agama. Beliau juga rajin menjadi pengkhotbah, terutama setelah berakhirnya rezim Orde Lama.
Dalam biografinya yang berjudul “Lebih Takut Kepada Allah” yang disunting Ajip Rosidi, ditulis bahwa Mr. Sjafruddin pernah mengisi khotbah dengan judul Fitnah dapat Menggagalkan Pembangunan. Dalam khutbah ini Sjafruddin menunjukkan bahayanya fitnah untuk pembangunan. Beliau mengutip Surat Hujurat ayat 12. Pada ayat ini mengandung tiga larangan:
Larangan Pertama adalah, tidak boleh kita mempercayai berita-berita, desas-desus atau pikiran-pikiran mengenai orang atau keadaan sebelum kita menguji kebenaran berita-berita atau pikiran-pikiran mengenai orang atau keadaan itu. Kalau kita bertindak berdasarkan berita-berita atau pikiran-pikiran yang belum dicek kebenarannya itu, mungkin sekali kita berbuat aniaya; jadi mencurigai itu boleh, untuk mencegah jangan sampai kita kena tipu, tetapi kalau kita mau berbuat sesuatu, kita harus mengadakan penyelidikan dulu yang seksama, supaya kita jangan berbuat salah atau dosa;
Larangan Kedua adalah jangan kita mencari kesalahan pada orang lain, kalau tindakan-tindakan kita tidak membawa hasil seperti yang kita harapkan. Mencari kambing hitam buat kesalahan kita sendiri, baik yang kita sadari maupun tidak, adalah kebiasaan yang umum dipakai oleh orang yang memandang dirinya sudah sempurna dan oleh karena itu tak mungkin berbuat salah. Jadi, kita harus terlebih dahulu mawas diri dan mengakui kesalahan kalau kita memang bersalah, sebelum menuduh-nuduh orang lain. Tentu dosanya lebih besar kalau kita tahu bahwa kesalahan ada pada pihak kita, tetapi atas dasar pertimbangan-pertimbangan politik, misalnya, kita lemparkan kesalahan itu pada orang lain.
Larangan Ketiga adalah jangan hendaknya kita menyebarkan-luaskan berita-berita yang tidak benar atau belum diselidiki kebenarannya, khususnya mengenai kejelakan-kejelakan yang dibuat orang lain. Mempergunjingkan orang itu dapat dilakukan tanpa maksud lain daripada senang ngobrol dan tidak mengetahui bahan pembicaraan lain daripada membicarakan orang. Mempergunjinkan orang adalah fitnah. Tetapi yang lebih jahat adalah fitnah yang sengaja dilancarkan untuk menjatuhkan orang yang dipandang sebagai lawan, misalnya di bidang politik atau ekonomi. Di sini fitnah itu diumpamakan dengan memakan mayat sesama manusia. Memang tidak ad acara yang lebih ampuh tetapi juga kejam, untuk menteror seseorang, golongan atau masyarakat dan menimbulkan rasa takut serta menghentikan daya dan aktivitas kreatifnya daripada menyiarkan fitnah. Misalnya saja: memfitnah orang bahwa dia adalah anggota G30S bisa merusak nasib dia dan keularganya. Apalagi kalau fitnah itu dilancarkan oleh penguasa atau oknum-oknumnya. Mungkin sekali dengan demikian akan tercapai apa yang dikehendaki oleh yang berkuasa dan yang dinamakan “stabilitas politik”. Tetapi sesungguhnya stabilitas semacam itu sifatnya sama dengan tidak bergeraknya orang yang mati, bukan stabilitas yang bersifat dinamis seperti mobil yang bergerak cepat tetapi mantap.
Oleh karena itu tidak ada jalan lain yang lebih buruk untuk menggagalkan usaha pembangunan daripada menyebarkan tuduhan subversive dan sebangsanya terhadap pemimpin-pemimpin atau golongan-golongan masyarakat yang kesalahannya mungkin hanyalah bahwa mereka berani menyatakan pendapata yang berbeda dengan pendapat resmi pemerintah.
Khutbah ini merupakan respon dari Sjafruddin setelah adanya Peristiwa Malari, dimana Letnan Jenderal Ali Moertopo yang menjabat sebagai ASPRI urusan politik Presiden Soeharto menyatakan bahwa Peristiwa Malari didalangi oknum-oknum PSI dan ditunggangi oknum Masjumi.
Selayaknya kita, terkhususkan umat Islam, merenung lebih dalam akan isi khotbah Mr. Sjafruddin Prawiranegara ini. Bagaimana tidak, ajaran keselamatan yang dirisalahkan kepada Nabi Muhammad ini dirancang seapik mungkin agar penganutnya tidak tergelincir dan serta lurus. Apa yang menjadi penglihatan kita hari ini mungkin ada dalam level memprihatinkan, banyak yang mengaku memiliki identitas Islam tetapi tidak Islami. Nasehat dan arahan Mr. Sjafruddin ini semoga bisa memberikan peringatan kepada muslim Indonesia modern, semoga…..
Dalam biografinya yang berjudul “Lebih Takut Kepada Allah” yang disunting Ajip Rosidi, ditulis bahwa Mr. Sjafruddin pernah mengisi khotbah dengan judul Fitnah dapat Menggagalkan Pembangunan. Dalam khutbah ini Sjafruddin menunjukkan bahayanya fitnah untuk pembangunan. Beliau mengutip Surat Hujurat ayat 12. Pada ayat ini mengandung tiga larangan:
Larangan Pertama adalah, tidak boleh kita mempercayai berita-berita, desas-desus atau pikiran-pikiran mengenai orang atau keadaan sebelum kita menguji kebenaran berita-berita atau pikiran-pikiran mengenai orang atau keadaan itu. Kalau kita bertindak berdasarkan berita-berita atau pikiran-pikiran yang belum dicek kebenarannya itu, mungkin sekali kita berbuat aniaya; jadi mencurigai itu boleh, untuk mencegah jangan sampai kita kena tipu, tetapi kalau kita mau berbuat sesuatu, kita harus mengadakan penyelidikan dulu yang seksama, supaya kita jangan berbuat salah atau dosa;
Larangan Kedua adalah jangan kita mencari kesalahan pada orang lain, kalau tindakan-tindakan kita tidak membawa hasil seperti yang kita harapkan. Mencari kambing hitam buat kesalahan kita sendiri, baik yang kita sadari maupun tidak, adalah kebiasaan yang umum dipakai oleh orang yang memandang dirinya sudah sempurna dan oleh karena itu tak mungkin berbuat salah. Jadi, kita harus terlebih dahulu mawas diri dan mengakui kesalahan kalau kita memang bersalah, sebelum menuduh-nuduh orang lain. Tentu dosanya lebih besar kalau kita tahu bahwa kesalahan ada pada pihak kita, tetapi atas dasar pertimbangan-pertimbangan politik, misalnya, kita lemparkan kesalahan itu pada orang lain.
Larangan Ketiga adalah jangan hendaknya kita menyebarkan-luaskan berita-berita yang tidak benar atau belum diselidiki kebenarannya, khususnya mengenai kejelakan-kejelakan yang dibuat orang lain. Mempergunjingkan orang itu dapat dilakukan tanpa maksud lain daripada senang ngobrol dan tidak mengetahui bahan pembicaraan lain daripada membicarakan orang. Mempergunjinkan orang adalah fitnah. Tetapi yang lebih jahat adalah fitnah yang sengaja dilancarkan untuk menjatuhkan orang yang dipandang sebagai lawan, misalnya di bidang politik atau ekonomi. Di sini fitnah itu diumpamakan dengan memakan mayat sesama manusia. Memang tidak ad acara yang lebih ampuh tetapi juga kejam, untuk menteror seseorang, golongan atau masyarakat dan menimbulkan rasa takut serta menghentikan daya dan aktivitas kreatifnya daripada menyiarkan fitnah. Misalnya saja: memfitnah orang bahwa dia adalah anggota G30S bisa merusak nasib dia dan keularganya. Apalagi kalau fitnah itu dilancarkan oleh penguasa atau oknum-oknumnya. Mungkin sekali dengan demikian akan tercapai apa yang dikehendaki oleh yang berkuasa dan yang dinamakan “stabilitas politik”. Tetapi sesungguhnya stabilitas semacam itu sifatnya sama dengan tidak bergeraknya orang yang mati, bukan stabilitas yang bersifat dinamis seperti mobil yang bergerak cepat tetapi mantap.
Oleh karena itu tidak ada jalan lain yang lebih buruk untuk menggagalkan usaha pembangunan daripada menyebarkan tuduhan subversive dan sebangsanya terhadap pemimpin-pemimpin atau golongan-golongan masyarakat yang kesalahannya mungkin hanyalah bahwa mereka berani menyatakan pendapata yang berbeda dengan pendapat resmi pemerintah.
Khutbah ini merupakan respon dari Sjafruddin setelah adanya Peristiwa Malari, dimana Letnan Jenderal Ali Moertopo yang menjabat sebagai ASPRI urusan politik Presiden Soeharto menyatakan bahwa Peristiwa Malari didalangi oknum-oknum PSI dan ditunggangi oknum Masjumi.
Selayaknya kita, terkhususkan umat Islam, merenung lebih dalam akan isi khotbah Mr. Sjafruddin Prawiranegara ini. Bagaimana tidak, ajaran keselamatan yang dirisalahkan kepada Nabi Muhammad ini dirancang seapik mungkin agar penganutnya tidak tergelincir dan serta lurus. Apa yang menjadi penglihatan kita hari ini mungkin ada dalam level memprihatinkan, banyak yang mengaku memiliki identitas Islam tetapi tidak Islami. Nasehat dan arahan Mr. Sjafruddin ini semoga bisa memberikan peringatan kepada muslim Indonesia modern, semoga…..
Mr. Sjafroedin Prawiranegara Sumber: www.merdeka.com |
Komentar
Posting Komentar