Kekeliruan-kekeliruan Politik Umat Islam Indonesia
Apa yang tertulis dibawah ini bukanlah hasil dari pemikiran saya pribadi. Poin-poin yang akan disampaikan dibawah ini merupakan daftar hipotesis kekeliruan-kekeliruan politik kalangan Islam yang diutarakan oleh Eep Saefulloh Fatah. Poin-poin kekeliruan ini disampaikan pada Maret tahun 2000 dan kembali dicantumkan dalam kata pengantar buku “Akar Konflik Politik Islam di Indonesia” penulis Dhurorudin Mashad. Adapun kedua puluh lima poin kekeliruan politik kalangan Islam itu adalah :
Hipotesis ini saya repost kembali dari buku Akar Konflik Politik Islam di Indonesia. Harapan dari repository ini, muslim Indonesia terutama yang menjadi pelaku politik denan membawa bendera Islam bisa belajar dan melakukan introspeksi diri. Syukur-syukur dari hipotesis itu ada yang tidak benar atau sudah teratasi dalam kekeliriuan perilaku politik ummat Islam.
Wallahu’alam bisshawab.
- Senang membuat kerumunan, tidak tekun dalam menggalang barisan
- Suka marah, tidak pandai melakukan perlawanan
- Reaktif, bukan proaktif
- Suka terpesona oleh keaktoran, bukan oleh wacana atau isme yang diproduksi/ dimiliki sang aktor
- Sibuk berurusan dengnan kulit, tidak peka mengurusi isi
- Gemar membuat organisasi, kurang mampu membuat jaringan
- Cenderung memahami segala sesuatu secara simplistic, kurang suka dengan kerumitan-kecanggihan, padahal inilah adanya segala sesuatu itu
- Sering berpikir linear tentang sejarah, kurang suka bersusah-susah memahami sejarah dengan rumus dialektika atau sinergi
- Enggan melihat diri sendiri sebagai tumpuan perubahan, sebaliknya cenderung berharap perubahan dari atas (para pemimpin)
- Senang membuat program, kurang mampu membuat agenda
- Cenderung memahami dan menjalani segala sesuatu secara parsial, tidak secara integral (kaaffah)
- Senang bergumul dengan soal-soal jangka pendek, kurang telaten mengurusi agenda jangka panjang
- Terus-menerus “menyerang musuh” di markas besarnya, abai pada prioritas pertama “menyerang musuh” pada gudang amunisinya
- Kerap menjadikan politik sebagai tujuan, bukan politik sebagai alat
- Senang mengandalkan dan memobilisasi orang banyak atau massa untuk segala sesuatu, abai pada fakta bahwa perubahan besar dalam sejarah selalu digarap pertama-tama oleh creativity minority. (ironisnya, justru secara spektakuler dicontohkan oleh Nabi Muhammad beserta lingkaran kecil di seputarnya di Makkah serrta kaum Muhajirin dan Anshar di Madinah)
- Senang berpikir bagaimana memakmurkan masjid, kurang giat dan serius berpikir bagaimana memakmurkan jamaah masjid
- Senang menghapalkan tujuan sambal mengabaikan pentingnya metode, tidak berusaha memahami dengan baik tujuan itu sambal terus mengasah metode
- Senang merebbut masa depan meninggalkan hari ini atau merebbut hari ini tanpa kerangka masa depan, bukannya merebut masa depan dengan mencoba merebut hari ini
- Sangat pandai membongkar dan membongkar, kurang pandai membongkar-pasang
- Sangat cepat dan gegabah merumuskan musuh baru (dan lama), sangat lambahn dan enggan merangkul kawan baru
- Gegap gempita di wilayah ritual, senyap di wilayah politik dan sosial
- Selalu ingin cepat meraih hasil, melupakan keharusan untuk bersabar
- Senang menawarkan program revolusioner, tapi abai membangun infrastruktur revolusi
- Selalu berusaha membuat politik sebagai hitam putih, bukannya penuh warna tak terhingga
- Sangat pandai melihat kesalahan pada orang lain, kurang suka melakukan introspeksi
Hipotesis ini saya repost kembali dari buku Akar Konflik Politik Islam di Indonesia. Harapan dari repository ini, muslim Indonesia terutama yang menjadi pelaku politik denan membawa bendera Islam bisa belajar dan melakukan introspeksi diri. Syukur-syukur dari hipotesis itu ada yang tidak benar atau sudah teratasi dalam kekeliriuan perilaku politik ummat Islam.
Wallahu’alam bisshawab.
Komentar
Posting Komentar