Jurnal Masa Kopi


Rabu, 3 April 2019 pas banget dengan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. Hari itu berkesempatan hadir di acara tarhib Ramadhan dan peringatan Isra’ Mi’raj putri sulung di sebuah villa cafe, Inaka Coffee namanya. Sudah bisa ditebak apa saja yang dilakukan ketika ada acara sekolah dalam rangka peringatan hari besar Islam. Penampilan siswa sebagai bentuk unjuk kebolehan capaian belajar mereka dan juga forum parenting.


Di sela-sela acara, lebih tepatnya saya melipir dengan durasi yang lumayan untuk menikmati racikan kopi barista Inaka Coffee. Ternyata cafe yang jaraknya tidak jauh dari sekolah putri sulung saya masih dalam tahap trial dan soft opening kurang dari sebulan. Sambil seruput Long Black Gunung Halu, saya sedikit bincang basa-basi dengan Headbar nya. Perbincangan seputar citarasa kopi yang dihasilkan dari racikan manual atau dengan mesin, bisnis hulu-hilir kopi yang berkorelasi dengan fulus dan kesejahteraan petani.

Dari perbincangan ini, saya juga dapat wawasan baru kalau sebenarnya penanaman kopi Arabika itu sebenarnya ‘maksa’ dikembangkan di Indonesia. Kata headbarnya sih, Arabika itu jenis yang dibudidayakan pada ketinggian 2500 mdpl dengan kadar air yang rendah, sedangkan rerata dataran tinggi di Indonesia kadar airnya tinggi, tul ga sih?? Karena maksanya ditanam di Indonesia, makanya muncul varian baru semacam Yellow Katura, Yellow Bourbon hasil perkawinan silang (CMIIW).

Saya juga baru tau kalau kopi yang asalnya tanaman jangka panjang bisa tidak lagi berbuah kalau cara memetiknya serampangan. Ibarat kata, salah pegang si pohon kopi tidak akan melahirkan generasi baru. Kualitas biji kopi tergantung dari tangan yang menangani. Kalau yang nonton film atau baca novel Filosofi Kopi pasti lihat/ baca percakapan bahwa budidaya kopi itu ibarat merawat anak sendiri. Kualitas dan citarasa kopi juga tergantung ekosistemnya. Satu bibit yang sama bisa menghasilkan citarasa yang berbeda kalau tanaman sekitar kebun kopinya berbeda. Selain itu, kata sang Headbar, kebun kopi perlu tanaman produktif lain dalam jangka pendek sebagai alternatif pemasukan bagi petani selama rentang penanaman bibit hingga panen perdana yang memakan waktu kurang lebih 3 tahun.

Jadi, dibalik cerita kopi itu ada banyak cerita dan wawasan. Dibalik pahit dan hitamnya seduhan kopi ada manis dan getirnya perjuangan hidup, jatuh bangunnya usaha dan upaya untuk menghasilkan biji kopi berkualitas dengan citarasa khas dari tangan-tangan yang unik. Makanya, seruput kopi lebih nikmat sembari dalam perenungan, hehe....

Dari bincang-bincang obral obrol pagi ini, tampaknya saya dan kita perlu menelusuri lebih dalam lagi seputar perkopian. Mulai dari budidaya, seduhan, sampai bisnis perkopian yang punya cerita begituuu panjang. Semoga bisa melanjutkan jurnal masa kopi ini ^__^

Komentar

Postingan Populer