Cerita Panjang yang Pendek
Hijrah Kopi, hal ini mulai saya lakoni sekitar tahun 2015. Awal mulanya tergerak saat menonton salah satu siaran TV swasta Indonesia. Waktu itu talkshow TV tersebut mengundang salah satu komunitas kopi di Jakarta. Kalau tidak salah nama komunitasnya "Ngopi di Kantor". https://www.youtube.com/watch?v=Hj62O9jeUmQ
Komunitas yang muncul saat gelombang ketiga kopi sedang semarak. Dari informasi yang saya dapat di talkshow tersebut, komunitas ini aktif bergerilya dari kantor ke kantor untuk mengenalkan kopi Indonesia dan sedang happening single origin coffee. Katanya, kopi itu unik dan ke unikannya akan lebih unik jika diseduh dan disajikan dengan cara yang berbeda-beda. Dan satu catatan lagi, komunitas ini mengedukasi kalau minum kopi itu jangan pakai gula. Disana letak nikmat dan uniknya kopi. Kenikmatan kopi itu harus dibarengi cemilan, semacam goreng-gorengan; goreng pisang, goreng singkong, goreng ubi atau kue-kue yang manis.
Dari sinilah bermulanya, penasaran seperti apa ke unikan dari kopi Indonesia, yang tadinya rutin menyimpan kopi sachetan bulanan di rumah perlahan dialihkan. Yang saya ingat, kopi Sumatera terkenal nikmat. Waktu itu, saya belum tau varian apa yang benar-benar nikmat. Kebetulan bertepatan dengan tante yang mau ke Jakarta, ya sudah titip tolong dibawakan kopi dari kampung di Pasaman Barat.
Kopinya digiling halus dan pas mencoba tanpa gula mata bergidik, pahit. Kopi yang dibawa dari kampung ini tidak habis dan bertahan di lemari dapur sekitar 5 tahun. Namun ada kesan nikmat, singkat kata porsi sachetan berkurang drastis dan porsi konsumsi biji kopi mulai dirutinkan.
Secara tidak intens coba konsumsi robusta dan mulai coba-coba arabika. Yang berkesan dari cicipan awal arabika adalah asam, sama persis dari artikel-artikel yang dibaca. Selain itu, ketika pertama kali minum kopi arabika jantung berdegup kencang, rasanya hampir sama pas waktu menjelang menikah, mungkin ini yang dinamakan cinta 😅😅. Seiring berjalannya waktu, dengan membaca berbagai artikel dan postingan pegiat kopi, lidah jadi AKB (Adaptasi Kopi Baru). Yang belum bisa adaptasi itu masalah peracikannya, tidak sesimpel saat menyeruputnya.
Selalu penasaran dan berkeinginan untuk menjadi petualang yang mampir dan seruput berbagai racikan speciality dari kafe ke kafe, dari warkop ke warkop. Tapi, belum kesampaian karena ada hal lain yang harus dipenuhi juga haknya.
Selain menyoal kenikmatan seruputan kopi-kopi yang unik. Harusnya kita juga menerawang masa lalu. Apalagi saya hidup di bumi Priangan yang menghasilkan kopi terbaik dunia. Kopi adalah salah satu komoditas yang diperas oleh kolonialisme untuk pundi-pundi kerajaan Belanda.
Dibalik pamor yang mendunia, ada kegetiran manusia yang membudidayakannya dan kegetiran alam yang diubah menjadi perkebunan besar. Hal ini berlangsung dari jaman baheula. Tentunya kondisi sekarang sudah berbeda ketika petani kopi menjadi objek perasan kolonialisme. Soal cerita getir ini, coba buka referensi Antropolog Clifford Geertz; Involusi Pertanian. Jadi menyeruput kopi juga menyoal kesadaran terhadap masa lalu.
Selamat menyeruput di akhir pekan.
Komentar
Posting Komentar